Skip to main content

Book: The Midnight Library

It is one of the books that blown my mind. It's very well written and would probably relate with a lot of people who are in their journey to find themselves.  So many people are talking about it but I did not buy it until a few months ago where I read the preview on the first pages. Easy for me to see if I want to buy the book or not. When the first pages hook me right away, I don't need to think twice. This book is one of them.  This contains spoiler of course.  Nora, the main character, like many of us, fall into depression and decided to kill herself. But she's not dead right away. She went into a kind of limbo between life and death. In that library she met a librarian, this librarian is a kind of a guide. Our guide that probably tasked when we were born.    The librarian shows her lives that she could have had if she wants to. She is so depressed and thinks that no life will makes her happy enough to live it. I can totally understand her state. I was there....

UN menentukan nasib pelajar Indonesia

Sekali lagi, tulisan ini hanya mengungkapkan apa yg ada dipikiran, benak, emosi, dan semuanya lah soal UAN. Mungkin ada juga orang yg berpikiran sama seperti saya. Ini saya hanya mengungkapkan apa yg ingin saya ungkapkan saja. Bukan maksud lain. Kalau toh dijadikan bahan renungan bagi pihak yg bersangkutan ya ndak apa-apa sih.

Ok, here is what I think about UAN

UAN, ato banyak juga yg bilang UN, kemarin saya melihat tayangan acara Sudut Pandang-nya mbak Fifi Aleyda Yahya di Metro TV, judulnya UN = Ujian Nasib. Bener ndak? Menurut saya iya. Saya sempat mengikuti beberapa segmen saja, namun yg sangat saya ingat adalah seorang anak juara kelas tidak lulus dan mengikuti UN sampai 3 kali hingga lulus. Hal ini dikarenakan dia ingin mendapatkan hasil UN yg jujur. Kasus pertama.

Kasus kedua, ada seorang anak yang baru saja mengikuti UN, dan mengirim surat ke menteri pendidikan. Surat yg dia tulis dishare melalui semua media masa yang ada. Hingga akhirnya dia diundang di acara Hitam Putih-nya om Dedi Corbuzier di Trans7. Surat itu intinya pelaporan atas soal ujian yang ternyata ada yang berstandart internasional dengan tingkat kesulitan yg sangat bahkan gurunya saja tidak bisa mengerjakan dalam waktu singkat. Soal itu tidak layak dijadikan soal UN. Udah pada tau kan kasus itu? Pasti banyak nongol di tv deh tuh bocah.

Iya, melihat kedua hal tersebut. Saya mikir, apa sih tujuan UN? Ternyata sekjen pendidikan kita bilang (lupa jabatan lengkapnya, pokoknya Ibu ini termasuk petinggi dunia pendidikan lah), beliau mengatakan bahwa UN menyangkut 4 aspek. Pemetaan pendidikan, mutu sekolah, (yang 2 lupa hehehe). Dan beliau mengatakan bahwa UN baru bisa memenuhi satu aspek yg pemerataan. Okelah anggap saja Indonesia perlu memiliki standart yg sama. Salah satu petinggi di menteri pendidikan dan juga ahli pendidikan (lupa siapa namanya dan jabatannya) mengatakan bahwa UN tidak harus menjadi tekanan yg berlebih bagi siswa, Kalau toh mereka merasa tertekan, sebenarnya ini juga latihan bagi mereka untuk menghadapi dunia kerja yg penuh tekanan. Menurut saya sih, jangan samakan UN dengan latihan test under presure kalau bekerja. Ini hal yang tidak bisa disamakan bapak. Mereka bilang bahwa orang yg stres menghadapi UN hanya sekitar 7% sedangkan yang 47% (atau berapalah tepatnya lupa, yg jelas hampir 50%) ini tidak mengalami stres, atau sebut saja mereka biasa saja menghadapi stres. Kalau ini mah siswa-siswi yang kagak terlalu serius mengahdapi UN.

In fact, siswa yg tidak stres tersebut memiliki pemikiran "Ah ntar juga dapet kunci jawaban". Iya ini beneran ini, buktinya teman-teman saya yg yahud banget otaknya cemas banget pas UN. Wow. Ok, lanjut ya yg lain. Kata bapak-bapak yg tadi juga bilang kalau kita perlu mendidik siswa menjadi orang jujur. Kalau semua siswa jujur saat UN, tidak menerima kunci jawaban ataupun contekan dari teman, benar-benar murni hasil sendiri, bisa-bisa tingkat ketidaklulusan siswa meningkat lho. Yakin deh gue. Gini ya, contoh, materi UN bagi saya yg benar-benar tidak masuk akal adalah soal matematika. Saat itu saya UN tahun 2009. Saya juga jadi orang kagak bodho-bodho amat. Ngerjain soal matematika, dari 40 soal cuma bisa terjawab paling banyak nggak sampai 10 soal dg jawaban benar. Dengan sisa waktu 15menit, saya masih mengosongkan sekitar 30 soal. Akhirnya, yaaaa mau gimana lagi, kerja samalah kita. Ini rahasia umum sih ya kalo soal kerja sama dikelas. Nilai yg saya dapat sekitar 80an. Kalau saya tidak kerja sama, bisa-bisa saya nggak lulus. Yakin deh. Nggak cuma saya, tapi banyak yg lain juga. Apa ini yg diinginkan petinggi pendidikan? Melihat banyak siswa tidak lulus dan menginginkan mereka mengulang UN taun depan? Nggak kebayang berapa dana tambahan yg harus disediakan pemerintah utk kuota siswa taun lalu yg tak lulus dan mengikuti ujian lagi. Ribet! Ada lagi kasus siswa yg bunuh diri krn akibat dr ketidaklulusannya. Padahal dia juara kelas, otak encer. Kan sayang, kita kehilangan satu generasi yahud calon pembangun bangsa. Siapa tahu 5-10tahun lagi dia bisa membawa Indonesia berjejer bersaing dan melaju berdampingan dengan Jepang atau Jerman, who knows?? Sayang jelasnya. Ada kasus lain lagi nih, yg rawan terjadi, LJK. Sayang kan jawaban yg benar menjadi salah hanya karena ada sedikit garis diluar lingkaran jawaban keramat itu. Eman!

Menurut saya, menurut pandangan saya ini ya, UN itu ndak penting! Jangan tentukan kelulusan siswa dr UN saja. Tidak adil bagi mereka. Ya memang walaupun 60-40, tetap saja UN jadi momok terbesar dan menakutkan bagi siswa siswi. Kemampuan setiap anakpun berbeda, seperti kata Einstein "semua orang itu cerdas, tapi kalo ikan dipaksa buat manjat pohon ya selamanya ikan akan menganggap dirinya bodoh" (inget2 kata om Dedi dihitam putih). Positifnya kalau UN ditiadakan antara lain, tidak ada joki kunci jawaban, siswa tidak stres (karena dlm proses belajar menurut Ki Hajar Dewantara belajar itu tidak boleh stres dan harus menyenangkan -kata ini inget omongan ibu sekjen di hitam putih-), siswa lebih mampu mengekplor kemampuan terhadap bidang tertentu.

Menurut saya lagi ini, pihak-pihak terkait yg mengatur perihal UN, harus membuka mata lebar-lebar bahwa UN justru memperburuk kondisi pendidikan Indonesia. Janganlah kalian wahai pihak yg berada diatas sana, malas untuk mendidik dan memberikan yg terbaik utk generasi pembangun bangsa. Berikanlah mereka siswa siswi generasi bangsa satu reward atas apa yg telah dilakukannya selama 3 tahun masa belajarnya disekolah (atau 6 tahun utk SD). mereka berhak atau tidaknya menerima penilaian yg memuaskan atau tidaknya atas kerja keras selama sekian tahun. Itu akan lebih memacu siswa memperoleh dan mengetahui apa yg terbaik bagi dirinya.

#ah sekali lagi ini hanya tulisan dan uneg-uneg saya, hanya ada sih sedikit (sedikit doang) maksud dibelakangnya, hanya ingin memberikan pendapat saja. Saya yakin ada beberapa yg berpendapat seperti saya. Hanya masukan untuk Indonesia yg lebih baik. Itu saja. Prihatin atas apa yg terjadi kepada alon generasi pembangun negara tercinta#

Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Bikin (Free) Schengen Visa di VFS Swiss

I know this is so normal but anyway I like to compare the experiences because people might have different cases and because I have nothing to lose so... here's my experience for applying Schengen Visa via Swiss (VFS). Kenapa nggak via Belanda? Karena rencana kita berkunjung lamanya ke Geneve - Swiss (ada urusan kerjaan suami gw) dan kami belum tau akan ke Belanda apa nggak saat itu (nggak jadi sih soalnya mepet banget).  Seperti yang sudah sering dibahas orang lain perihal syarat dan ketentuan apply Schengen visa, gw nggak akan nulis itu ya. Udah ada di website VFS, lengkap. Gw cuma tambahin dikit-dikit aja infonya yang mungkin sama seperti kasus yang baca kalo emang kebetulan sama sih 😂 "Ok jadi total pembayarannya 280 ribu rupiah ya" "HAH?? Cuma 200an mbak??? Visanya gratis???" "Suaminya masih WN Belanda kan mbak?" "Iya" "Oiya itu gratis, bisa pake visa tipe C. Jadi cuma bayar biaya admin aja" ...

Not A Robot

  There are so many things I did recently. It was all started since February. Not to complain about this, I just want to write it to release the stress. Because I know every choices has its own risks. Started from January, I commits to work on another blog of mine. Joining with another friend, we are committed to post at least one writing every week with different theme each week. This is still under construction *ahem, ini bukan bangunan* to make it good to read at. I will publish it here once it is ready to be published. We both are trying to be consistent. So far, I have been consistent and always post one every week. After decided to get married, I realize that it won't be that easy. No matter what, marrying someone never be easy. About the preparation and this and that. To be honest, I will not having a big feast for that. I will invite my close friends and family, although I still have to respect what my parents want to invite the neighbors (one block neighbors are tota...

[Book] Dunia Cecilia

'apakah kalian membicarakan hal semacam itu di surga?' 'tapi kami berusaha tidak membicarakannya dekat-dekat Tuhan. ia sangat sensitif terhadap kritik' Yap, sepenggal dialog antara Cecilia dan malaikat Ariel. Saya mengenal Jostein Gaarder sejak kuliah. Ehhhh 'mengenal' dalam artian kenal bukunya ya, kalo bisa kenal pribadi mah bisa seneng jingkrak-jingkrak hehehe. Jadi karena teman saya mendapat tugas kuliah membaca satu novel filsafat berjudul Dunia Sophie, saya jadi sedikit mengetahui si bapak Gaarder ini. Enak ya tugasnya anak sastra baca novel, tugas anak matematika ya baca sih, tapi pembuktian kalkulus -_- Dunia Cecilia ini buku pertama Jostein Gaarder yang saya baca, karena buku Dunia Shopie sangatlah berat berdasar review teman saya. Saya sih nggak perlu baca buku itu karena teman saya sudah benar-benar mahir bercerita. Jadilah saya sudah paham bener cerita Dunia Sophie tanpa membacanya. Novel ini atas rekomendasi teman saya, dia bilang kala...