Balinese is a lot of thing, but one thing for sure that they work efficiently when it is related to the documents. Gw selalu kasih tepuk tangan meriah kalau urus-urus dokumen di Bali tuh serba cepet banget. Di Denpasar ya terutama karena gw tinggal di sini. Nggak tau lagi kalau di daerah lain. Ini testimoni gw yang tiap tahun harus urus dokumen visa suami, tiap tahun harus ke Dukcapil, Polres, wira-wiri di desa urus printilan. Akhirnya tahun ini gw putuskan untuk pindah domisili ke Bali. Yeay. Bukan tanpa alasan, tapi karena untuk menjamin KITAP, gw harus domisili Bali. Suami gw udah terdaftar di Imigrasi Bali. Jadi daripada gw harus pindahin dia ke domisili asal gw, yang mana gw udah nggak tinggal di sana hampir 20 tahun, ya lebih baik gw yang pindah. Ternyata, pindah KTP tuh gampang banget ya. Gw kira gw harus pulang dulu ke domisili untuk cabut berkas. Setelah tanya langsung ke domisili asal gw (Pake WA dan jawabnya nunggu lama banget), mereka bilang untuk urus surat SKPWNI (Su
Puluhan tahun hidup sebagai warga Jawa Timur, namun baru pertama kali menjejakkan kaki di Gunung Bromo. Bertepatan dengan upacara Kasada yang terjadi satu tahun sekali dan bertepatan dengan bulan purnama (semoga nggak salah kasih info), sekitar akhir bulan Juli tahun 2015.
Gunung Bromo merupakan gunung yang bertetangga dengan gunung Semeru. Jika kita pergi kesana, maka akan melihat banyak tulisan BTS -yang saya kira Behind The Scene-, ternyata adalah Bromo Tengger Semeru. Tidak hanya melihat gunung Bromo seorang, disana kita akan disajikan jejeran gunung-gunung kecil disana.
Ok.. first of all mari dimulai dari berangkat ke Bromo. Menuju Bromo bisa menyetir motor sendiri, bisa juga menyewa tour dari titik keberangkatan (seperti yang saya lakukan), bisa menggunakan ojek seharga 100ribu per ojek sepuasnya, bisa menyewa jeep dari titik mula menuju Bromo (dengar-dengar sih harganya 600ribu/jeep, satu jeep bisa untuk 4-6 orang tergantung ukuran badan orangnya heheh). Jeep yang saya maksud disini adalah jeep tertutup. Untuk jeep terbuka biasanya digunakan para pendaki Semeru untuk menuju titik awal pendakian. Harganya pun relatif sama, 600ribuan.
Nah, yang menggunakan jasa tour, harga tentu berbeda antara turis lokal dan mancanegara. Untuk turis lokal, seharga 300ribu dan 700ribu untuk mancanegara saat weekend. Untuk weekday tentu lebih murah. Jika menyetir motor sendiri, silakan siap dengan berbagai bentuk jalan yang aduhai sekali untuk dilewati motor. Jalannya benar-benar tidak wajar untuk dilalui dengan motor. Tapi teman-teman saya sangat hobi sekali menyetir motornya kesana. Untuk sewa ojek dan jeep, saya kurang pengalaman dengan kedua hal tersebut. Tapi kisaran harga sewanya kurang lebih segitu sih.
Untuk tiket masuk yang menggunakan sewa jeep, sudah free karena harga tersebut sudah termasuk tiket masuk. Kalau moda yang lainnya, mungkin masih perlu membayar karena kita hanya menyewa moda mereka untuk menuju Bromo. Jadi perlu tambahan biaya untuk tiket masuk.
Karena menggunakan jasa tour Bromo, jadi saya akan menulis pengalaman menggunakan jasa tersebut. Berangkat dari Malang kota tengah malam sekitar pukul 12, kemudian menuju Nongko Jajar (seinget saya sih). Menembus dinginnya malam Kota Malang, lebih tepatnya Nongko Jajarnya, benar-benar menusuk tulang. Awalnya sih masih biasa, tapi lama-lama saking dinginnya sampai oksigen yang terhirup terasa sangat dingin dan menusuk hidung. Sekitar 2-3jam sampai di Penanjakan 1.
Penanjakan 1 merupakan titik untuk melihat matahari terbit. Bagi yang tidak membawa perlengkapan dingin, bisa menyewa disana. Atau membeli kaos tangan, topi atau syal. Harganya termasuk masuk akal untuk daerah wisata. Bisa dibilang normal. Untuk topi seharga 25ribu, kaos tangan seharga 5ribu. Masuk akal kan?
Sesampainya di Penanjakan 1, jeep diparkir dan kita harus berjalan menuju titik penanjakan 1 untuk melihat matahari terbit. Karena gelap dan terlalu semangat, akhirnya nggak kerasa kalau ternyata jeep diparkir jauuuhhhh dari titik Penanjakan 1. Sadarnya pas balik dari Penanjakan dan nyari mobilnya nggak ketemu-ketemu hehehehe
2 jam berselang, matahari mulai menampakkan cahayanya. Cantikkkk sekali. Beneran deh cantik banget. Belum lagi dikasih surprise pemandangan pagi yang makin membuat hati ini bersyukur karena diberi kelengkapan fisik untuk merasakan anugrah Yang Maha Kuasa. Mempertanyakan banyak hal termasuk perkampungan mereka yang dekat dengan gunung dan dari atas Penanjakan terlihat kabut yang begitu tebal. Nggak kebayang betapa dinginnya hari-hari mereka. Hamparan gunung kecil-kecil termasuk gunung Batok yang bentuknya lucu dan unik.
Turis pun berebut mengambil foto-foto terbaik mereka, terlebih saat itu adalah saat upacara Kasada digelar. Ramainya nggak ketulungan.
Jadi ceritanya, upacara Kasada ini terlihat seperti orang-orang Tengger yang melempar sesajen ke kawah gunung Bromo yang mana kawah tersebut menjadi our next destination. Menuju ke puncak gunung Bromo perlu menaiki puluhan anak tangga. Ini udah termasuk fasilitas paling enak dari pendakian, karena selama pendakian, dari tempat parkir jeep menuju kawah Bromo perlu waktu sekitar setengah jam berjalan. Debunya oh wow deh, jadi lebih baik sediakan masker. Teman seperjalanan tidak membawa masker, kebetulan masker yang saya bawa ada 4, saya tawarkan kepada mereka katanya “No, its ok. I don’t need it”. Dan saya cuman bisa ngomong “Okay just ask me if you need it”. 5 menit kemudian, “Pris, I think I need it now”. Nah loooo
Perjalanan menuju puncak itu benar-benar melelahkan. Walaupun sudah ada fasilitas tangga, tapi sebelum menuju tangga harus melewati bukit-bukit dan tanjakan-tanjakan sekitar Bromo. Capek deh beneran. Mana tanjakannya berdebu gak karuan, belum lagi jalannya rebutan sama kuda-kuda yang disewa orang males jalan, uyel-uyelan sama banyak orang (datengnnya sih pas acara Kasada tapi karena saking pasnya sampai males banget uyel-uyelan sama orang yang nggak doyan antri. Bad habbit lah). Tapi pas ada ditangga apalagi tangga bagian atas, yang bisa terucap hanya Allahuakbar dan Alhamdulillah. Itu bener-bener cantiiikkkk banget dari atas. Sepanjang perjalanan menuju kawah, teman Belanda menanyakan sejarah Kasada dan kenapa dilempar ke kawah yang malah bikin kotor? Saya pun dobel tugas jadi tour guide. Untungnya masih inget pelajaran sejarah pas SD. Jadi nggak malu-malu banget pas ditanyain sejarahnya hehehe. Mereka heran melihat kambing diarak menuju kawah dan menanyakan “Are you sure you want to throw that goat to crater?”, sayapun menjawab “Yeah of course… hmm maybe”. Dan mereka menyahut “No way… better give it to people than throw it to crater”, gue cuman ngakak beneran deh.
Sesampainya diatas, kami menikmati pemandangan dari atas dan juga melihat kearah kawah. Banyak warga yang memasang terpal untuk menangkap barang sajen. Kabarnya sih mereka adalah warga dari jauh yang miskin dan ingin mendapatkan rejeki lebih dari upacara Kasada itu. Datang jauh-jauh hari dan pulang beberapa hari kemudian.
Oiya, disekitar kawasan Bromo ada pura untuk ibadah warga Tengger. Kurang tau pasti berapa jumlahnya. Dan jangan kawatir kelaparan karena ada penjual makanan disekitar sana dengan harga yang sangat masuk akal sekali. Segelas kopi seharga 5ribu dan segelas pop mi yang besar seharga 10ribu. Masuk akal banget kan?
Setelah menikmati kawah Bromo, kami menuju destinasi selanjutnya yaitu pasir berbisik. Disitu, lagi-lagi saya menceritakan kepada mereka maksud dari Pasir berbisik serta ada film dengan judul yang sama dan mengambil lokasi di Pasir berbisik tersebut. Puas foto-foto di pasir berbisik, kami ditawarkan menuju bukit teletubies. Bukit ini terlihat seperti bukit yang ada di film teletubies. Tapi karena sudah lelah, akhirnya kami hanya melewati saja dan melanjutkan pulang. Bahkan ditawari ke air terjun pelangipun sudah tak tahan.
Memilih untuk pulang karena merasa sudah cukup dan sangat lelah, akhirnya jeep melewati jalan yang aduhai bahkan lebih aduhai dari saat berangkat. Dan kamipun pulang melalui desa tertinggi, desa Ngadas. Uademmmm banget. Oiya, meskipun hawa di gunung Bromo adem pada dini hari, namun pagi hari hawa sudah berganti segar dan teriknya ya ampun deh. Melalui desa Ngadas dan keluar melalui Tumpang. Mata sudah nggak kuat rasanya, akhirnya sepanjang perjalanan pulang Cuma bisa merem dan bapak supirnya bilang, “mbak, turun dimana ya?”.
#bagi yang berencana ke Bromo, nggak perlu budget tinggi untuk sampai disana. Tergantung darimana titik awal keberangkatan saja sih. Kalau titik awal dari Malang kota, bisa murah kok. Bahkan teman yang sudah pahan jalur Bromo dan memilih menyetir tidak menghabiskan dana lebih dari 100ribu kok. Karena harga disana pun masih bisa dibilang normal, kecuali harga untuk pipis yang 10ribu per pipis. Siapkan baju dingin, kaus kaki dan tangan aja jika berencana ke Penanjakan karena menurut saya itu adalah titik terdingin. Dan siapkan baju kece untuk foto-foto dibawah heeheee.. karena baju dingin akan dilepas jika sudah berada dipelataran di Bromo. Menghabiskan sedikit waktu di Bromo, sukses membuat saya menghitam dan pilek. Oh iya, yg sukses menyertai juga adalah pasir. Ntah seberapa banyak pasir yang numpang di sepatu, tas, celana sama jaket. Tau taunya pas nyuci kerasa berat semuanya#
Sesaat sebelum matahari terbit
Surprise yang disajikan setelah matahari officially terbit
Tangga menuju puncak Bromo
Warga yang siap menerima sajen yang dilempar. Ini dipinggir kawah lho FYI yaa
Warung super simple yang menyediakan cemilan dengan harga yang wajar
Melihat Bromo dari puncak, sepertinya jutaan orang sedang berada disatu tempat yang sama
Menuruni puncak Bromo. Saya kliatan keciiiilll banget
Pura yang ada didekat Bromo
Pasir berbisik
Ini kawah Bromo. Terpal itu untuk menampung sajen yang dilempar
Kabut dari atas Bromo
*foto dokumen pribadi*
Sepertinya cocok jadi tour guide hehee
Comments
Post a Comment
Share your thoughts with me here