Balinese is a lot of thing, but one thing for sure that they work efficiently when it is related to the documents. Gw selalu kasih tepuk tangan meriah kalau urus-urus dokumen di Bali tuh serba cepet banget. Di Denpasar ya terutama karena gw tinggal di sini. Nggak tau lagi kalau di daerah lain. Ini testimoni gw yang tiap tahun harus urus dokumen visa suami, tiap tahun harus ke Dukcapil, Polres, wira-wiri di desa urus printilan. Akhirnya tahun ini gw putuskan untuk pindah domisili ke Bali. Yeay. Bukan tanpa alasan, tapi karena untuk menjamin KITAP, gw harus domisili Bali. Suami gw udah terdaftar di Imigrasi Bali. Jadi daripada gw harus pindahin dia ke domisili asal gw, yang mana gw udah nggak tinggal di sana hampir 20 tahun, ya lebih baik gw yang pindah. Ternyata, pindah KTP tuh gampang banget ya. Gw kira gw harus pulang dulu ke domisili untuk cabut berkas. Setelah tanya langsung ke domisili asal gw (Pake WA dan jawabnya nunggu lama banget), mereka bilang untuk urus surat SKPWNI (Su
funkyjunk.com Beberapa waktu yang lalu, papa mertua saya mengirim sebuah video berjudul The DNA Journey by Momondo. Videonya singkat, hanya 5 menit, tapi meninggalkan pesan yang mendalam. Setiap orang yang hadir diberi pertanyaan tentang asal usul mereka. Kebanyakan orang tentunya hanya mengetahui mungkin mentok 3-4 generasi diatasnya. Sudah bisa 4 generasi ke atas aja udah bagus ya. Kalaupun saya ditanya seperti itu, saya mungkin bisa menjawab pure Jawa, plus Belanda dari kakek buyut, plus mungkin sedikit manado dari nenek buyut, that's it. Nah di video tersebut ada pertanyaan, negara mana atau suku mana yang paling dibenci. Ah saya kalo ditanya begini, saya bisa bilang hemm itu tuh negeri seberang yang barusan 'nggak sengaja' ngebalik bendera kita. Dari dulu sampe sekarang jawabnya begitu kok. Ah udah ah nggak usah bahas itu yaa. Oke balik lagi ke mereka, seseorang ditanyai hal itu dan dia menjawab 'Germany'. Ada juga seorang kulit hitam bilang kalo d