Skip to main content

Book: The Midnight Library

It is one of the books that blown my mind. It's very well written and would probably relate with a lot of people who are in their journey to find themselves.  So many people are talking about it but I did not buy it until a few months ago where I read the preview on the first pages. Easy for me to see if I want to buy the book or not. When the first pages hook me right away, I don't need to think twice. This book is one of them.  This contains spoiler of course.  Nora, the main character, like many of us, fall into depression and decided to kill herself. But she's not dead right away. She went into a kind of limbo between life and death. In that library she met a librarian, this librarian is a kind of a guide. Our guide that probably tasked when we were born.    The librarian shows her lives that she could have had if she wants to. She is so depressed and thinks that no life will makes her happy enough to live it. I can totally understand her state. I was there....

Tentang Istanbul


Sebelum menginjakkan kaki di Istanbul, jelas lah kita napak kaki dulu di bandaranya ya. Soale kita terbang cui, kecuali kalo kita jalur darat dari Siria uhhh.

Okay... kali ini saya cuma nulis hal-hal yang tampak mata dan nggak semuanya menyenangkan tentang Istanbul. Kotanya cantik sih, saya akui cantik dan saya suka apalagi sejarahnya. Nah pertama kita napak kaki dulu di bandara ya. Sumpah demi apapun, antrian customnya panjang banget. Mungkin sekali antrian kita maEh tapi ada lho yang begitu. sedih liatnya.
suk, kita harus menanti ratusan orang didepan kita. Kita 2 kali antri custom sekitar 20 menit. Termasuk leletnya petugas imigrasi cek visa dan paspor kita. Suami sih prosesnya cepet (mungkin karena doi orang EU ya), saya butuh hmmm 3-5 menit ketika pertama kali masuk imigrasi Istanbul. Sampai depan mas loket imigrasi juga deg deg ser, jangan sampe lah suruh balik visa suruh pake VoA bisa nangis ditempat ini. Antrinya panjang bener.

Singapura juga rame lho, tapi cepet prosesnya (karena sekalinya ada yg bermasalah pasti langsung dilempar ke tim khusus, jadi bukan loket yang ngurus masalah tersebut)

Selain antri imigrasi yang ga cepet, koper mertua juga katanya di pos nomer sekian ternyata ada di nomer keberapa. Jadilah pas menanti mertua, kita nunggu selama 1,5 jam.

Selain itu bandaranya termasuk sempit, terlalu crowded. Kalau diliat dari jumlah orang yang masuk imigrasi, tentunya dapat dengan mudah disimpulkan kalau Istanbul jadi destinasi favorit ya. Karena banyak orang datang kesana. Tapi kenapa bandaranya kesannya sumpek banget. Kayak jalan pun pasti nyenggol orang. Dubai juga banyak orang di bandaranya tapi nggak pernah tuh senggolan sama orang disana. Pengap lah istilahnya ini bandara.

Petugasnya, nggak ada senyumnya. Paling pelit senyum deh, kecuali staf Emirates disana yang bahkan sempet muji dress yang saya pakai hari itu katanya cantik dan lucu (dress-nya lah). Petugas Turkish juga agak kurang responsif. Meskipun di akhir kita sudah dapet penyelesaian sih, tapi butuh 30 menit juga. Dan ada petugas security check yang nggak senyum blas, dia yang ngambil frame kayu lukisan saya. Bisa dimaklumi sih frame kayunya pasti suruh buang nggak boleh dibawa ke kabin tapi mbok ya senyum dikit kek. Kita nanya alesan jawabannya cuma NO NO NO. Apapun pertanyaan kita jawabnya no. Dan ya, mereka nggak bisa Bahasa Inggris. Ini bandara internasional hello. Dan juga nggak ada wifi ya. wifi ada sih tapi nggak gitu bisa. Jangankan bisa, ngirim code ke nomer hape kita aja nggak nyampe. Padahal kan ya kena roaming kan kita yang bayar.

Oke cukup ya tentang bandaranya. Intinya saya nggak suka sama bandaranya dan suami nyesel kenapa juga kudu flight balik ke Istanbul abis dari Tbilisi.

Nah, di Istanbul itu kayaknya kota penuh perokok aktif semua. Jadi lebih sedikit perokok pasifnya. Ciwi ciwi pada pake baju syari juga ngerokok. Ini yang bikin kaget. Bukan soal kaget banyak wanita perokoknya sih, tapi cukup kaget banyaknya perokok aktif disana. Mungkin lebih banyak daripada orang Indonesia. Yang gw pikirin 'wah, ini pasar gede nih buat ex kantor gw' 😂

Mungkin karena hobi mereka juga pake water pipe juga (shisha) jadi kesannya udah biasa aja. Ngerokok itu sama kayak bernafas. Kita cobain water pipe tapi saya yang nggak suka begituan nggak doyan. Sekali hisap langsung batuk batuk. Harga untuk satu varian sih kisaran 20-40 lira. Tergantung rasa yang dipesan.

Banyak pengemis juga. Itu sih pengungsi dari Siria. jadi mereka ini nggak ada di pagi hari tapi ada mulai sore hari sampai malam hari. Tiap hari kita sedia uang receh buat dikasih mereka. Ada juga pemulung disana. Kita kirain orang Indonesia ini yang paling menyedihkan level kemampuan bahasa inggrisnya, ternyata Istanbul juga.

Yang paling asik, penjual jagung bakar, jagung rebus sama kestane nya. Itu bener-bener snack pas buat brunch atopun sore hari. harga jagungnya 2-3 lira, kestane 10 lira untuk 100gram. Kestanenya dibakar, kalo mertua lebih suka yang raw dan setelah cobain, yang raw ternyata enak juga sih.

Tapi kalau ada pertanyaan, bakalan dateng lagi kesini nggak? Uhmm kita berdua kompak bilang 'Maybe... but not that soon. Maybe in future' (rada males sama bandaranya huhu)

Ini cuman sisi nggak asiknya ya, tapi kalo kotanya cantik kok. Saya suka sama old town nya Istanbul 💙

Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Bikin (Free) Schengen Visa di VFS Swiss

I know this is so normal but anyway I like to compare the experiences because people might have different cases and because I have nothing to lose so... here's my experience for applying Schengen Visa via Swiss (VFS). Kenapa nggak via Belanda? Karena rencana kita berkunjung lamanya ke Geneve - Swiss (ada urusan kerjaan suami gw) dan kami belum tau akan ke Belanda apa nggak saat itu (nggak jadi sih soalnya mepet banget).  Seperti yang sudah sering dibahas orang lain perihal syarat dan ketentuan apply Schengen visa, gw nggak akan nulis itu ya. Udah ada di website VFS, lengkap. Gw cuma tambahin dikit-dikit aja infonya yang mungkin sama seperti kasus yang baca kalo emang kebetulan sama sih 😂 "Ok jadi total pembayarannya 280 ribu rupiah ya" "HAH?? Cuma 200an mbak??? Visanya gratis???" "Suaminya masih WN Belanda kan mbak?" "Iya" "Oiya itu gratis, bisa pake visa tipe C. Jadi cuma bayar biaya admin aja" ...

Not A Robot

  There are so many things I did recently. It was all started since February. Not to complain about this, I just want to write it to release the stress. Because I know every choices has its own risks. Started from January, I commits to work on another blog of mine. Joining with another friend, we are committed to post at least one writing every week with different theme each week. This is still under construction *ahem, ini bukan bangunan* to make it good to read at. I will publish it here once it is ready to be published. We both are trying to be consistent. So far, I have been consistent and always post one every week. After decided to get married, I realize that it won't be that easy. No matter what, marrying someone never be easy. About the preparation and this and that. To be honest, I will not having a big feast for that. I will invite my close friends and family, although I still have to respect what my parents want to invite the neighbors (one block neighbors are tota...

[Book] Dunia Cecilia

'apakah kalian membicarakan hal semacam itu di surga?' 'tapi kami berusaha tidak membicarakannya dekat-dekat Tuhan. ia sangat sensitif terhadap kritik' Yap, sepenggal dialog antara Cecilia dan malaikat Ariel. Saya mengenal Jostein Gaarder sejak kuliah. Ehhhh 'mengenal' dalam artian kenal bukunya ya, kalo bisa kenal pribadi mah bisa seneng jingkrak-jingkrak hehehe. Jadi karena teman saya mendapat tugas kuliah membaca satu novel filsafat berjudul Dunia Sophie, saya jadi sedikit mengetahui si bapak Gaarder ini. Enak ya tugasnya anak sastra baca novel, tugas anak matematika ya baca sih, tapi pembuktian kalkulus -_- Dunia Cecilia ini buku pertama Jostein Gaarder yang saya baca, karena buku Dunia Shopie sangatlah berat berdasar review teman saya. Saya sih nggak perlu baca buku itu karena teman saya sudah benar-benar mahir bercerita. Jadilah saya sudah paham bener cerita Dunia Sophie tanpa membacanya. Novel ini atas rekomendasi teman saya, dia bilang kala...