Who would have thought that I experienced fire in the building. This is my first time living in an appartement. Of course I never chose appartement when living in Indonesia because it’s a real high risk when the earthquake happen. But here we are placed in an appartement. What got me relieved the first time that we are in the lowest floor so if something happen we will be quickly evacuated. That’s what I thought. Until it really happened. We slept around midnight and abruptly woken up by the noise outside. I thought it was the drunk people just got back from night club or the restaurant next door was doing some deep cleaning. So loud that I had to wake up. My husband peeked outside and immediately said “fire brigade outside, you wait here!” I was just “am I dreaming or what?” I put on clothes, checked outside and saw a few of fire trucks. I checked the other side of the appartement and saw a few of police cars and ambulances. “Oh no, something serious...
Karena fotonya masih ada di mamer, jadi skip dulu soal bahasan Ayasofya yang keren itu
Menjejakkan kaki di Georgia tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Beruntung sekali paspor hijau ini bisa mendapatkan e-visa dengan mudah untuk menjejakkan kaki di Georgia. Apply evisa untuk Georgia membutuhkan waktu 5 hari pas, via online dengan tarif usd 20,7. Thanks to bestie who always help me on credit card needed -I dont have CC btw-
9 hari di Istanbul, kita memutuskan untuk terbang menuju Georgia, yang mana katanya si partner itu kotanya bagus banget, dan nggak touristy macem Istanbul. Terakhir kali partner ke Tbilisi sekitar 3 tahun lalu dan ternyata banyak perubahan selama itu. Tapi rada kaget ternyata sekarang banyak yang kesini. Tulisan ini ditulis ketika menanti jam untuk terbang balik ke Istanbul sore ini. Tapi baru tayang beberapa minggu setelah sampai di rumah.
Nggak banyak orang tau tentang Georgia. Negara pecahan Uni Soviet ini mengklaim dirinya sebagai the origin country of wine. Ya banyak wine berserakan disudut kota. Mulai dari wine murahan sampai yang paling mahal sekalipun. Sekitar tahun kelairanku -harus ya sebut gitu-, oke to the point aja, taun 1991, negara ini lepas dari Soviet. Yang tua2 mah masih ngomong Rusia. Dan ini sebelnya, gak banyak dari mereka ngomong bahasa Inggris. Suami gw mah bisa bahasa rusia, gw geleng-geleng doang.
Secara umum sih, disini ini tempatnya ortodok kristen. Gereja banyaknya kek musola di Indonesia yang dempet-dempet jarak 100 meter udah nemu tempat ibadah. Jadi ga usah kaget kalo disini nemu orang ibadah digereja dengan penutup kepala yg sering kita tafsirkan sebagai jilbab di Indonesia. Plis jangan bilang 'hati2 ada aliran agama baru yg meniru islam dan beribadah di gereja' plis no ya! Gak usah baper!
Plus-nya, kita suka suasana kotanya. Asik deh pkoknya. Nggak begitu rame juga, dibanding Istanbul (meskipun udah masuk kategori rame sih kalo versi suami). Aromanya aroma Eropa kalo kata partner. Wis pokoke asik deh.
Gak asiknya, most spoken language is Russian. Itu suck banget! Kemaren aja kita ke Kazbegi bareng 2 orang Rusia, dan mereka gak ngomong bahasa Inggris sama sekali. Semacem anti gitu. Mereka bertiga ngobrol asik, gw ngobrol dalem hati aja sambil mikir kapan sih gw bisa ketemu orang yang bisa diajak ngobrol pake bahasa internasional ya tuhan!!
Menjejakkan kaki di Georgia tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Beruntung sekali paspor hijau ini bisa mendapatkan e-visa dengan mudah untuk menjejakkan kaki di Georgia. Apply evisa untuk Georgia membutuhkan waktu 5 hari pas, via online dengan tarif usd 20,7. Thanks to bestie who always help me on credit card needed -I dont have CC btw-
9 hari di Istanbul, kita memutuskan untuk terbang menuju Georgia, yang mana katanya si partner itu kotanya bagus banget, dan nggak touristy macem Istanbul. Terakhir kali partner ke Tbilisi sekitar 3 tahun lalu dan ternyata banyak perubahan selama itu. Tapi rada kaget ternyata sekarang banyak yang kesini. Tulisan ini ditulis ketika menanti jam untuk terbang balik ke Istanbul sore ini. Tapi baru tayang beberapa minggu setelah sampai di rumah.
Nggak banyak orang tau tentang Georgia. Negara pecahan Uni Soviet ini mengklaim dirinya sebagai the origin country of wine. Ya banyak wine berserakan disudut kota. Mulai dari wine murahan sampai yang paling mahal sekalipun. Sekitar tahun kelairanku -harus ya sebut gitu-, oke to the point aja, taun 1991, negara ini lepas dari Soviet. Yang tua2 mah masih ngomong Rusia. Dan ini sebelnya, gak banyak dari mereka ngomong bahasa Inggris. Suami gw mah bisa bahasa rusia, gw geleng-geleng doang.
Secara umum sih, disini ini tempatnya ortodok kristen. Gereja banyaknya kek musola di Indonesia yang dempet-dempet jarak 100 meter udah nemu tempat ibadah. Jadi ga usah kaget kalo disini nemu orang ibadah digereja dengan penutup kepala yg sering kita tafsirkan sebagai jilbab di Indonesia. Plis jangan bilang 'hati2 ada aliran agama baru yg meniru islam dan beribadah di gereja' plis no ya! Gak usah baper!
Plus-nya, kita suka suasana kotanya. Asik deh pkoknya. Nggak begitu rame juga, dibanding Istanbul (meskipun udah masuk kategori rame sih kalo versi suami). Aromanya aroma Eropa kalo kata partner. Wis pokoke asik deh.
Gak asiknya, most spoken language is Russian. Itu suck banget! Kemaren aja kita ke Kazbegi bareng 2 orang Rusia, dan mereka gak ngomong bahasa Inggris sama sekali. Semacem anti gitu. Mereka bertiga ngobrol asik, gw ngobrol dalem hati aja sambil mikir kapan sih gw bisa ketemu orang yang bisa diajak ngobrol pake bahasa internasional ya tuhan!!
Ah jadi pengen liat suasana luar negeri, supaya saya bisa lebih mencintai Indonesia. Ada hubungannya kan? Nggak ada? Oke, fine!
ReplyDeleteMemang ada tuh mbak beberapa negara yang nggak mau ngomong bahasa Inggris walaupun itu bahasa internasional. Saya pernah dengar cerita kalau di China juga gitu. Sebagian besar orangnya ngomong bahasa Mandarin doang dan nggak bisa ngomong bahasa Inggris.
Ada mas ada! At least kamu smakin mencintai makanan indonesia hahaha. Eh tapi bneran kok, smakin kita keluar smakin kita ngerasa kalo sejauh apa kaki melangkah tetep pikirannya kerumah (tapi ini exclude kasus politik beserta korupsinya ya yg bikin ngangenin haha)
Deleteiya itu kayak korea juga gitu kok, bahkan di beberapa negara eropa yang bangganya kebangetan sama negaranya jg gt. Ogah belajar bahasa internasional