Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2020

Urus Pindah Domisili ke Denpasar - Bali

Balinese is a lot of thing, but one thing for sure that they work efficiently when it is related to the documents.  Gw selalu kasih tepuk tangan meriah kalau urus-urus dokumen di Bali tuh serba cepet banget. Di Denpasar ya terutama karena gw tinggal di sini. Nggak tau lagi kalau di daerah lain. Ini testimoni gw yang tiap tahun harus urus dokumen visa suami, tiap tahun harus ke Dukcapil, Polres, wira-wiri di desa urus printilan.  Akhirnya tahun ini gw putuskan untuk pindah domisili ke Bali. Yeay.   Bukan tanpa alasan, tapi karena untuk menjamin KITAP, gw harus domisili Bali. Suami gw udah terdaftar di Imigrasi Bali. Jadi daripada gw harus pindahin dia ke domisili asal gw, yang mana gw udah nggak tinggal di sana hampir 20 tahun, ya lebih baik gw yang pindah.  Ternyata, pindah KTP tuh gampang banget ya. Gw kira gw harus pulang dulu ke domisili untuk cabut berkas. Setelah tanya langsung ke domisili asal gw (Pake WA dan jawabnya nunggu lama banget), mereka bilang untuk urus surat SKPWNI (Su

Merah Putih

Gw sama Indonesia itu ibarat dua sejoli dalam  love and hate relationship . Gw terlahir di tanah yang diperjuangkan orang-orang terdahulu. Nggak keitung berapa juta nyawa hilang untuk itu. Gw bersyukur gw nggak perlu lagi bawa bambu runcing untuk merebut negeri ini dari tangan penjajah.  Sejak sebelum nikah gw mulai "berteman" dengan birokrasi dua negara. Birokrasi dari Belanda, tentu saja tidak seribet birokrasi di negeri ini. Segala macam email akan segera dibalas dan dibantu untuk dihubungkan ke pihak terkait atau yang menangani itu. Bahkan untuk permintaan Schengen visa tipe kunjungan keluarga di masa pandemik ini diberikan  high priority  dan email dibalas dalam sekejap. Sedangkan di Indonesia, aaahhh yaaa gitu dehh. Tapi, nggak akan pernah gw pungkiri tiap kali gw denger lagu Indonesia Raya gw selalu mewek. Tiap kali liat bendera Indonesia, gw diam sebentar  berterima kasih atas nikmat bisa tinggal di negeri ini tanpa perlu memegang senjata. Gw bener-bener marah saat su

Bikin Kopi Sendiri & Masak Agar Hemat

bikin kopi sendiri di rumah bisa sekece dan seenak ini Memang betul ngopi Janji Jiwa itu enak banget, apalagi kalau beli 3 aja bisa lebih murah daripada beli 2. Sekali dua kali dalam seminggu sih masih oke. Gw tau gw nggak akan segitu perhitungannya sama makanan tapi selagi bisa direncanakan ya sebisa mungkin direncanakan. Karena gw tiap hari ngopi. Gw nggak akan skip kopi setelah makan pagi. Jadwal gw ngopi jam 9 pagi - 2 siang. Gw batasi diri gw buat nggak ngopi lebih dari satu cup per hari, di atas jam 3 siang udah nggak terlalu berani ngopi karena bisa bikin begadang.  Gw selalu bawa kopi ke kantor. Gw bikin sendiri, masukin botol termos. Kopinya biasa aja yang gw biasanya minum, kasih susu dikit. Bikin panas, masukin botol termos, bawa ke kantor deh. Awal memulai kebiasaan ini nggak gampang. Sering banget lupa buat bikin kopi. Sering juga botolnya kelupaan buat dibawa pulang. Akhirnya belajar konsisten karena kelupaan bawa kopi dan terpaksa beli kopi itu nyebelin banget.   gw beli

Cooking and Baking Skills Unlocked

First trial banana bread baked in the rice cooker. The picture was taken at 4 PM Bali times, golden hour when sunlight passing through my window and curtain.   During 2020 I cook and bake a lot more than I did in the previous year. A lot of people told me that I can't cook. But I know that is not right. I just had no willingness to cook. When I moved to Bali, I started to miss the familiar foods in Java. My comfort foods. Although I eat everything Balinese cuisine was not that good for me the first time I tried it. It did not really satisfy my taste buds. But I realize it was just because I ate a not tasty Balinese food back then. Told ya first impression is important for me. Now I love it. So I start to cook a lot more at home because I can't find tasty Javanese foods here. Yes, you can, but you need the journey to find the best one. It's a fun journey where you need to try a lot of things and decide which one is matching your palate.  Aglio Olio. I don't fancy spaghet

Impulsive Buying?

Kadang gw mikir, gw ini termasuk impulsive buyer nggak ya? Satu hal yang bikin kita nggak akan jadi impulsive buyer adalah soal duit. Temen gw pernah nanya apakah gw sering beli-beli barang yang nggak direncanakan gitu. Jujur sih jarang banget sekarang. Dulu bisa aja gw ga ada angin badai tiba-tiba beli HP flip seken karena pengen aja punya, padahal juga nggak dipake 😑  Sejak beberapa tahun terakhir gw udah mulai nahan diri untuk beli barang tanpa rencana. Biasanya gw tulis barang apa yang pengen atau butuh dibeli, dimasukin ke daftar prioritas berdasarkan list keinginan atau kebutuhan, kemudian direncanakan dan dibeli ketika duitnya udah ngumpul.  Misal nih, gw butuh sepatu baru warnanya gw pengen putih, kebetulan harganya 600 ribu. Tapi di saat bersamaan gw juga butuh meja kerja yang kebetulan juga harganya 600 ribu. Udah ditulis sejak beberapa bulan lalu dan tinggal eksekusi aja kalau duitnya udah terkumpul. Ternyata saat duit terkumpul, urgensi beli meja kerja lebih tinggi daripa

Hello Menstrual Cup!

Two years ago when I was in Bali for a holiday with my husband, I saw an ad about a menstrual cup. That really surprised me. I was like, "Huh? A cup inside?" Well technically it is fine with a penis inside, so it should be fine with a food-grade silicone cup inside.  I am afraid I am gonna say "I am disappointed for not using this sooner" as so many reviews go like that. The reason why I want to convert my menstrual pad to a menstrual cup is I got rashes so much when I am on my period. It's kind of allergic and that is every women's problem.  A menstrual cup is reusable, no waste at all, you can use it for 5-10 years or until it cracks (then you have to change it). So this is an eco-friendly product. I chose menstrual cups instead of the menstrual reusable pad because it takes too much time to wash (and dry) the reusable pad and I just don't like it. It's like washing your panties when the blood leaks. Not my favorite.  So after 2 years of readings,

Tentukan Jangka Waktu Investasi

Seperti Ganesha bukan? Dewa ilmu pengetahuan dan lambang kecerdasan. Favorit gw. Tapi ini speaker sih 😆   "Aku mau investasi" "Oke bentuknya apa dan berapa lama?" "Hmm ya pokoknya apa lah yang cocok buatku" Ya you kira I dukun? Selain menentukan profil resiko , acara yang perlu untuk dipikirkan adalah menentukan berapa lama jangka waktu investasi. Ada yang membagi kedalam dua kategori yaitu pendek dan panjang, ada pula yang membaginya ke tiga kategori yaitu jangka pendek, menengah, dan panjang. Nah kebutuhan ini hanya investor yang tahu. Tentunya tiap orang nggak bisa disamakan kebutuhannya.  Jangka pendek biasanya berkisar tidak lebih dari 5 tahun. Biasanya deposito dan obligasi dimasukkan dalam kategori ini. Biasanya yang jangka pendek ini selalu mendapat return pasti, karena selalu pasti jadi resikonya sangat rendah sekali. Kemudian jangan lupa untuk mengecek apakah return yang ditawarkan masih mampu untuk menghalau laju inflasi untuk beberapa tahun

An Overthinker

Sanur For the last 29 years, I live as an overthinker. I always talk to myself, having my wild imaginations about everything, having so many conversations in my mind, making myself a stronger person, or even a vulnerable person in my imaginations. If I can write it down myself, all of them can be some crazy movies. Unfortunately, it's just too wild to tell. When something small came to me, either a problem or a blessing, I always  have a wilder version of that. That is what keeps my mind busy, many times tired.  These wild imaginations sometimes create assumptions and what-ifs. The older I get the more I learn not randomly tell other people about that. My assumptions can influence other people's points of view about something or someone. If my assumptions were right then it's fine. But when it is not right, it can hurt someone. I know how painful it can be. Probably destroy something that shouldn't be destroyed. You never know how words can hurt someone that much.  I le