Skip to main content

Posts

Showing posts from 2022

Urus Pindah Domisili ke Denpasar - Bali

Balinese is a lot of thing, but one thing for sure that they work efficiently when it is related to the documents.  Gw selalu kasih tepuk tangan meriah kalau urus-urus dokumen di Bali tuh serba cepet banget. Di Denpasar ya terutama karena gw tinggal di sini. Nggak tau lagi kalau di daerah lain. Ini testimoni gw yang tiap tahun harus urus dokumen visa suami, tiap tahun harus ke Dukcapil, Polres, wira-wiri di desa urus printilan.  Akhirnya tahun ini gw putuskan untuk pindah domisili ke Bali. Yeay.   Bukan tanpa alasan, tapi karena untuk menjamin KITAP, gw harus domisili Bali. Suami gw udah terdaftar di Imigrasi Bali. Jadi daripada gw harus pindahin dia ke domisili asal gw, yang mana gw udah nggak tinggal di sana hampir 20 tahun, ya lebih baik gw yang pindah.  Ternyata, pindah KTP tuh gampang banget ya. Gw kira gw harus pulang dulu ke domisili untuk cabut berkas. Setelah tanya langsung ke domisili asal gw (Pake WA dan jawabnya nunggu lama banget), mereka bilang untuk urus surat SKPWNI (Su

Boxing!

bisa wrap sendiri setelah 2 bulan Akhirnya gw nggak cuma mendambakan, "Ahh pengen boxing deh" tapi beneran bayar buat boxing. Udah beberapa bulan ngintip instagram tempat boxing deket rumah gw, udah berbulan-bulan disuruh H buat berangkat, akhirnya gw mantapkan hati "Yaudah lah cobain dulu sekali" yang ternyata gratis trial ya. Karena baru pertama kali, ya gw mau coba yang basic aja.  Setelah satu jam, penuh keringat, gw langsung aja "Mas, bayar dong bulanan".  Gw bener-bener orang yang nggak bisa olahraga sendirian. Karena kalo sendirian, gw pasti boongin diri gw sendiri "Ah kan ga ada yang liat, udah ah nggak kuat" konyol. Tapi kalau ada minimal, pelatihnya, kita udah engap pasti mereka teriak-teriak "10 MORE SECONDS! AYO AYO BISA!!!" Kek malu lah kalau nggak lanjut, yekan? Plank dari cuma bisa 10 detik, jadibisa 20 detik, 30 detik, jadi 40 detik, gara-gara "AYO KAK BISAAAAAA!!!" Antara sebel, kesel, tapi ya seneng 😆 Jadi m

I Thought I Hate People, but...

Sanur ... but I actually don't! That I realized when I had dinner with H and he asked me, "Do you think she's married? The seller, she looks young but not too young."  So I said, "Uhmm I don't know and I don't care."  He then said again, "Yea I know, but I am curious about people. I am curious about what they're doing in life." That's when it came to my mind, "Wait a minute! I am also curious about people, but not their personal life like marital status, how many kids they have, what religion they believe in. I am curious about what they think about things! Ah that's why I love talking to people, no matter how introvert I am but talking to people still excites me." Then we finished our big nasi goreng together.  Looking back at it, I never really like people randomly talking to me when I was in the zone... Like zoning in and out talking to myself. But actually no, maybe it was only that we didn't sync so I went &qu

Tips Membeli Buku

Ada duitnya wkwkw! Ya maksud gw, harga buku di Indonesia bisa dibilang nggak murah terutama buku yang berbahasa asli misalnya Bahasa Inggris. Buku cetakan versi asli biasanya harganya bisa 2 kali harga buku terjemahannya, atau dua-tiga kali harga e-book. Ini e-book yang original ya, bukan yang bajakan. Kayak semacem beli di kindle atau books-nya google itu.  Kadang emang sering pengen beli fisik bukunya tapi kok harganya sampe 300ribu banget, sedangkan hasrat ingin membaca ini tinggi sekali. Nah, kalau skenario yang begini yang terjadi (dan paling sering), gw biasanya cek toko buku bekas dulu. Di Bali ada beberapa toko buku bekas yang reliable , meskipun koleksinya kita nggak akan tau ya karena ya random juga. Satu di Sanur, satu di Ubud.  Ini karena kapan hari gw udah beli bukunya Madeline yang Song of Achilles di Periplus, 200ribuan. Lalu nemuin bekasnya dengan sampul yang gw mau, cuma 25ribu. Jadi gw udah beli yang baru, beberapa hari kemudian gw ke toko buku bekas dan nemu itu. Set

Bayar Pajak Motor Tahunan melalui Aplikasi Signal

ScoobyDoo yang setahun baru jalan 4800an KM, itupun setengahnya bukan gw yang pake 😆 Scooby umurnya udah setahun. Kalau kita pas ulang tahun kan kita seneng-seneng ya, makan-makan, kalau beruntung dapet kado. Kalo motor yang ulangtahun, ya tandanya harus bayar pajak tahunan 😐  Sebagai orang malas, gw akan selalu mencari cara untuk bisa melakukan apapun lewat jari dan layar gw tanpa harus berhadapan dg manusia lain atau antri datang ke lokasi. Nah yang gw tau, temen gw bayarnya lewat tokopedia. Tapi pas gw cek nggak ada samsat Bali. Udah liat sana sini katanya daftar pake Signal aja. Aplikasi samsat digital gitu. Seperti biasa, setelah diunduh kita tinggal daftar aja. Tapi gatau ya ini di hp gw atau emang aplikasinya, susah dikliknya. Tentu saja gw bersabar dan "memaklumi". Awalnya gw hampir nyerah, app-nya crash berkali-kali di hp gw. Tapi daripada gw dateng ke samsat lebih baik gw nyobain app-nya aja deh sampe bisa. Ternyata ya bisa akhirnya meskipun harus berkali-kali nyo

What My Grandma Always Told Me

Daisies in Diepenheim Now I understand why my grandma always told me to take shower, put on nice clothes, put on light make up even when I had no plan to go out.  I grew up like other kids who never wanted to be told to get shower in the afternoon, or early in the morning. I said, "Why do I need to take shower now? I have no plan to go anywhere." of course, because I thought back then you should look presentable when you need to go out, but not when you're home. My grandma would said, "Ihh you have to clean up yourself and be representable. You look like abandoned kid now! Go get shower." I hated it. I mean, I dont hate taking shower. I just dont like to be told to do something.  My grandma would always put on light make up, nice lipstick, after shower. She always kept her wudhu with her after afternoon shower so she doesn't need to wipe her make up when she needed to pray. She always smells good. And oh, she asked the ER nurse to bring her lipstick and powd

Mendaftar Pelatihan di Prakerja

Sanur Jadi dulu program ini diluncurkan pemerintah untuk kasih insentif orang yang di PHK atau tidak bekerja pas pandemi. Jadi ya gw tentu saja nggak punya hak tho. Sebagai orang yang nggak punya hak, ya gw nggak ikutan lah. Trus temen gw beberapa bulan lalu bilang, ikut aja soalnya ini buat yg kerja yg mau nunjang skill juga lho.  "Hah masa sih?" Yaudah pas liat oh ya bener juga, jadi gw daftar. Daftar pertama di gelombang 20 nggak lolos. Trus ya udah patah hati dah lah gausah daftar. Eh tiba-tiba minggu lalu temen gw lolos gelombang berapa gitu, lalu bilang kalau gelombang 29 udah buka. Yaudah deh ikutan aja. Eh lolos dong. Pembukaan gelombang ini termasuk cepet. Hampir tiap minggu selalu ada gelombang baru yang dibuka. Jadi daftar di gelombangnya itu selama 3 harian, pengumumannya 3 hari kemudian, lalu 3 hari kemudian udah bukaan baru. Bener-bener cepet banget. Nah temen gw yang lagi S2 nggak bisa ikutan padahal dia juga kerja sebagai pengajar. Alasannya KTP sudah terdafta

Bacaan Hingga Pertengahan 2022

Periplus Semangat gw membaca kembali berkobar karena ada saingan. Iya, gw jadi kompetitif kalo ada orang ngelakuin hal yang gw seneng. Tapi bukan iri yang negatif ya, ini bener-bener dukungan yang gw perlukan sih jadi gw bisa dapet referensi bacaan juga. Siapa lagi kalo bukan Prisca temen gw yang tiba-tiba WA, "BEB BUKU INI BAGUS, LAU HARUS BELI!" Bagus sekali. Splurging banget kalo soal buku. Hal yang mau ngabisin duit berapapun, suami, ortu, dan semesta akan selalu mendukungku 😂 Jadi sejak gw memutuskan untuk membaca buku fiksi dan self help bergantian, otak gw rasanya fresh banget. Kadang memang buku-buku nonfiksi itu bikin wah otak tapi juga bikin capek karena kita "dibebani" sedikit dengan melakukan koreksi terhadap hidup kita. Nggak salah, emang seharusnya begitu, cuma pada satu titik ngerasa capek. Itulah pertanda berpindah ke buku fiksi.  Buku-buku yang gw baca memiliki kecenderungan menggelitik cara berpikir gw. Gw nggak takut kalau gw harus meruntuhkan &

Visa Schengen (via VFS Belanda) Sebagai Pasangan Resmi Warga Belanda

Sapinya keluarga gw Sebagai WNI yang nikah sama warga EU, dapetin visa Schengen itu sebenernya "lebih dijamin". Karena sebagai pasangan resmi warga EU kita boleh beredar di wilayah EU dengan bebas. Ya bebas artinya bukan tanpa visa ya. Tetep pake visa. Apa nggak mungkin ditolak? Ya tetep mungkin-mungkin aja. Urusan visa yang tau cuma Tuhan dan yang kasih keputusan akhir. Dulu waktu urus Schengen visa via VFS Swiss, gw kaget karena cuma bayar 300 ribuan. Biaya jasa doang. Kemudian mbaknya bilang, "Untuk pasangan resmi orang EU memang visanya gratis mbak. Cuma bayar biaya pelayanan aja." Setelah pulang, gw cari info ternyata emang iya gratis. Kecuali yang NIKAH DENGAN WARGA BELANDA YANG URUS VISA VIA VFS BELANDA. Kesel nggak gw? Ya kesel 😂 Masa kalo pengen mudik, gw tau lewat negara lain bisa gratis, tapi lewat negaranya sendiri bayar wkwkw.  Nggak ada perks nikah dengan warga Belanda, ya dapetnya cuma visa nggak berbayar itu, dengan pengecualian. Hari ini, saat gw

Mengalahkan Rasa Takut akan Tenggelam

Makanan setelah renang di KOOD Sanur (serba vegan) Dari dulu takut banget sama air dengan volume yang besar. Mungkin di kehidupan gw sebelumnya gw pernah tenggelem kali ya. Makanya nggak pernah bisa renang. Karena ya takut tenggelam. Bahkan sekedar kecipak kecipuk aja takut. Sampai pindah ke Bali. Pindah ke Bali nggak berekspektasi setinggi itu sih. Ternyata, jadi lebih sering main air di pantai. Nggak renang, cuma berendam aja. Lama-lama jadi kebiasaan dan udah mulai terbiasa dengan air. Ternyata seru juga yaa. Kemudian dilatih suami gw buat berani snorkeling. Iya takut awalnya, nggak percaya meskipun dia bilang nggak akan tenggelam karena pake fin. Hmm masaaaa~~ Ya tetep pake pelampung sih. Pertama kali nyemplung, tentu saja heboh takut tenggelam padahal udah pake pelampung, pake fin, mana dipegangin juga. Tapi heboh aja, takut tenggelem. Ada 3 spot waktu itu, gw cuma nyemplung satu spot aja belum juga 15 menit udah naik kapal. Beberapa kali snorkeling akhirnya baru berani lepas pela

Traveling During Pandemic

CGK to DPS I am one of the people who travel (relatively a lot) during a pandemic. Unfortunately, me being in a long-distance marriage, need mental and physical support once in a while.  In the beginning, we met after 8 months of the pandemic and then 3 or 4 months, then every 2 months. I went wild the first 8 months of the pandemic. Everything felt harder. I know many people feel the same, I am not the only one. We're just coping with the best we can do.  The island I call home 💙 It was so stressful the first time traveling during the pandemic. Like I said here , it's not really worth the effort if you're traveling "for fun". PCR price was crazy, every time we have to calculate the time, make it double as well as the price. Because we buy the time with money. I usually book a ticket at least 2-4 weeks before my travel, then went to the airport 2 hours before my flying time, everything felt so efficient but not during the pandemic. I booked my ticket a week befor

Let's Spend 50K Rupiah in Sanur!

Accidentally normal moment Let's imagine you're going to Sanur with me, and you have only 50K Rupiah to spend there. What would you do? Is 50K enough for that? 50K rupiah is about hmmm $3-$4 I guess. Well... let's find out!  Alright, since I drive my own scooter, so I need to spend 2K for parking fee at the beach. 2K is nothing. Then I'll leave my scooter and start to wander around the beach.  Low-profile Sanur is actually a lovely place to spend some time in. It may not be something fancy or hype like beach clubs in Canggu area, but... at least you'll spend way less here lol.  Alright, shall we start from the 5K lumpiyang for a simple breakfast? This is a real gem. It tastes better in the morning because it still piping hot! The sellers are everywhere. They usually start to sell around 7am. They come from many places, not only from Sanur. Some from Karangasem, some from Gianyar. Pretty far. Oh btw, there are also some sellers who come every afternoon so it's al