Skip to main content

Book: The Midnight Library

It is one of the books that blown my mind. It's very well written and would probably relate with a lot of people who are in their journey to find themselves.  So many people are talking about it but I did not buy it until a few months ago where I read the preview on the first pages. Easy for me to see if I want to buy the book or not. When the first pages hook me right away, I don't need to think twice. This book is one of them.  This contains spoiler of course.  Nora, the main character, like many of us, fall into depression and decided to kill herself. But she's not dead right away. She went into a kind of limbo between life and death. In that library she met a librarian, this librarian is a kind of a guide. Our guide that probably tasked when we were born.    The librarian shows her lives that she could have had if she wants to. She is so depressed and thinks that no life will makes her happy enough to live it. I can totally understand her state. I was there....

Cerita Karantina di Wisma Atlet Pademangan

Wisma Atlet Pademangan. Gw karantina di lantai 9.

Ini bukan karantina yang pertama kalinya sih. Bukan juga karena sakit (amit-amittttt jabang baby boy and girl!). Tapi karena gw baru datang dari luar negeri. Baru dapetin asupan gizi, nutrisi, untuk pemenuhan kebutuhan nurani. Halah!

Ya abis ketemu H. Selama pandemi udah 4 kali ke luar negeri. Karena H liburnya cuma 2 minggu dan kalau harus karantina dulu kan sayang juga waktu yang terbuang. 2 minggu itupun udah termasuk perjalanannya, yang mana perjalanan di masa pandemi bisa molor 1-2 hari. Nggak bisa dimepet-mepetin. 

Jadi, pertama kali ke luar negeri pas pandemi itu sekitar bulan September 2020. Waktu itu pulang nggak perlu karantina. Tapi parno dan dramanya panjang banget, sampai bisa nyampe di Bali lagi tuh rasanya wow selamet sukur banget. 

6 bulan kemudian sekitar bulan April 2021, gw ke luar lagi. Kali itu karantina udah mulai diterapkan. Waktu karantinanya 5 hari, aturan masih sangat nggak jelas sama sekali. Pun begitu hotel-hotel rujukan nggak di-publish dengan jelas. Jadi seperti nyari aja, nelpon satu-satu iya apa nggak mereka terima karantina dari luar negeri. 

Karena pertama kali harus karantina, gw jadinya juga bingung. Waktu itu cuma bisanya ngecek judul artikel aja hotel mana yang terima karantina kedatangan luar negeri trus ditelpon satu-satu. Nah, gw udah booking Ibis tuh, 2 hari sebelum gw terbang balik ke Indonesia. Besoknya katanya dikonfirmasi tapi kok nggak muncul-muncul. Ku telpon lah mereka, eh ternyata jawabannya, "Per hari ini nggak kami tidak masuk di list karantina lagi ya. Silakan hubungi hotel lainnya." Ya kita juga nggak tau hotel mana yang terima karantina. 

Harganya masih agak nggak jelas. Tapi ya dahlah, tunggu aja sesampainya di CGK. Ntar liat aja mau booking di tempat aja lah. Setelah diputuskan bahwa gw harus masuk hotel, keluar bandara tentu saja gw nyari orang hotel. Mau nanya-nanya soal hotel. Udah antri eh nggak digubris ya gimana ini? Sampai udah orang terakhir nggak ada yang nganggep gw karena mereka ngeladeni WNA. 

Udah satu jam terus gw nanya sama tentara di situ, "Pak, saya kok nggak ada sih orang hotel yang bisa ditanyain? Saya udah nunggu lama lho. Apa saya nggak usah karantina aja sekalian ini?" Lalu beliau menjawab, "Lho kok nggak ada yang ngelayani mbak? Tapi belum booking kan? Yaudah deh kalau belum booking, ini aja langsung ke wisma atlit aja. Itu bisnya udah nunggu. Ini kloter terakhir lho mbak."

"Lho gapapa pak saya ke wisma? Perintahnya ke hotel lho"

"Yaudah gapapa, gratis pula. Ke wisma aja lah sana deh, daripada ditinggal lho."

Singkat cerita, naiklah gw ke bus itu dengan kondisi paspor gw yang udah diambil petugas, langsung berangkat ke Wisma Atlet. Gw nggak tau bakal kek gimana ya. Sejam kemudian kami tiba di lingkungan wisma atlet. Tapi nggak turun-turun dari bus ini kenapa... Ternyata masih antri dong. Antri turun banget. Sampai satu jam kemudian, kami baru bisa turun. 

Langsung isi data, bareng dengan 2 orang lainnya. Lalu si mbaknya bilang, "Ini temen sekamar kalian ya. Jadi harus bertiga." Kaget dong gw kok bisa sekamar begini, ya bukan karantina ini mah kalau ada orang lain begini. Setelah itu tes PCR dll dll. Dalam waktu 3 jam kami sudah bisa masuk kamar adalah suatu bentuk antrian tercepat. Bus lepas dari bandara jam 11an malam, lalu pukul 230 pagi kami sudah masuk kamar. 

Teman sekamar waktu check out

Satu ruangan apartemen ini isi dua kamar, yang satu kamar ada dua kasur, yang satunya single. Karena gw udah tau bentukannya, ya gw kasur single wkwkkw. Karena gw masih harus kerja juga jadi gw butuh privasi. Kabarnya sih sekarang isi 4 orang. Kurang tau juga ya. Ada air hangatnya juga. Bagi gw sih fasilitas dasar udah terpenuhi, meski banyak orang komplain. I don't sweat small things lol. 

Tapi ya emang bau sih, karena sampingnya ternyata got (atau sungai) yang item dan bau banget! Bisa diminimalisir dengan menutup jendela dan pintu. Nggak masalah. Tapi juga nggak ada wifi. Katanya sih ada ya, tapi ya nggak nyambung banget. Udahlah nyerah aja kalo soal wifi mah. Biarin dah.

Karena lapar, tentu saja kami makan dulu. 

Nah ini nih enaknya Wisma Atlet, warung buka 24 jam. Jadi bisa beli makanan dari situ kapanpun. Harganya, sangat rasional. Kisaran 10-30 ribu aja. Bagi gw ini harga normal banget. Tapi bagi beberapa orang masih nganggap harganya mahal. Tapi nggak perlu kawatir karena di Wisma ada kateringnya, sehari 3 kali. Jadi pasti ada makanan datang jam 7 pagi, jam 12 siang, dan jam 6 sore. Percayalah, kateringnya enak banget! 

Kamar gw.

Enaknya lagi di wisma, kita bisa keluar kamar karena sistemnya bubble quarantine. Satu kompleks karantina semua jadi enak banget bisa jalan-jalan sekedar menghirup udara segar, nggak terkungkung di kamar. Cuma tiap waktu tertentu, ada pengumuman kalau hasil tes ada yang positif jadi harus dijemput untuk karantina. Jadi saat itu kita harus masuk ke kamar dan menunggu hingga boleh keluar kamar lagi. Mereka umumkan lantai berapa yang positif.  

Waktunya tentara ngedrop makanan di tiap lantai.

Dari semua makanan dari wisma, favorit gw yang ini. Fish fillet sama krecek. Astaga ini enak banget.

Ada ATM, trus staff juga ada yang jualan SIM card, tuker uang asing juga. Mereka jual apa yang kita perlu. Meskipun kita nggak bisa order makanan online, atau dijenguk keluarga ya. Jadi emang harus di dalam nggak boleh interaksi sama orang luar kompleks. 

Lalu, PCR kedua diambil pukul... semaunya mereka. Kami waktu itu diketok pintu pukul 1 pagi, suruh siap-siap tes tapi baru diambil sample jam 4 pagi. Hasilnya bisa sorenya, bisa esok paginya. Tentu saja kami sudah tidak betah karantina, sampai malam kok belum ada hasilnya... Tengah malam kami sudah posisi siap untuk keluar karantina. Ternyata baru esok pagi kami dirilis, pukul 5 pagi. Kami hanya diberi waktu maksimal satu jam untuk keluar dari kompleks. 

Pemandangan ekstra bau got wkwkw. Sampai sekarang gw masih heran, itu got baunya gila banget.

Nggak usah nunggu sejam, kami udah siap kok. Begitu paspor kami dikembalikan, 5 menit kemudian kami sudah keluar kamar. Langsung menuju lantai bawah, untuk memesan taksi ke bandara. Taksi ini harus dari dalam wisma atlet jika tidak dijemput keluarga. Tidak boleh menggunakan taksi luar atau taksi online sama sekali. Jadi murni dari dalam bandara. Harga ke bandara sekitar 100-150 ribu. Satu mobil bisa isi 3 orang. Mereka ketat sekali dalam urusan melepas orang ini. Betul dicek apa memang dijemput keluarga atau taksi online. Dicatat nomer mobilnya dan juga nomer hp nya. 

Sesampainya di bandara, tentu saja gw lari-lari ngejar tiket lol. Seumur-umur baru kali ini ngejar tiket, dapat kursi dan masuk gate dalam waktu 15 menit, belum juga sempet ambil napas langsung aja lanjut boarding. Kala itu hanya ada penerbangan Garuda yang harganya ya dahlah yaaaa. 

Gw akan lanjutin cerita karantina di hotel, selanjutnya. 😙

Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman Bikin (Free) Schengen Visa di VFS Swiss

I know this is so normal but anyway I like to compare the experiences because people might have different cases and because I have nothing to lose so... here's my experience for applying Schengen Visa via Swiss (VFS). Kenapa nggak via Belanda? Karena rencana kita berkunjung lamanya ke Geneve - Swiss (ada urusan kerjaan suami gw) dan kami belum tau akan ke Belanda apa nggak saat itu (nggak jadi sih soalnya mepet banget).  Seperti yang sudah sering dibahas orang lain perihal syarat dan ketentuan apply Schengen visa, gw nggak akan nulis itu ya. Udah ada di website VFS, lengkap. Gw cuma tambahin dikit-dikit aja infonya yang mungkin sama seperti kasus yang baca kalo emang kebetulan sama sih 😂 "Ok jadi total pembayarannya 280 ribu rupiah ya" "HAH?? Cuma 200an mbak??? Visanya gratis???" "Suaminya masih WN Belanda kan mbak?" "Iya" "Oiya itu gratis, bisa pake visa tipe C. Jadi cuma bayar biaya admin aja" ...

Not A Robot

  There are so many things I did recently. It was all started since February. Not to complain about this, I just want to write it to release the stress. Because I know every choices has its own risks. Started from January, I commits to work on another blog of mine. Joining with another friend, we are committed to post at least one writing every week with different theme each week. This is still under construction *ahem, ini bukan bangunan* to make it good to read at. I will publish it here once it is ready to be published. We both are trying to be consistent. So far, I have been consistent and always post one every week. After decided to get married, I realize that it won't be that easy. No matter what, marrying someone never be easy. About the preparation and this and that. To be honest, I will not having a big feast for that. I will invite my close friends and family, although I still have to respect what my parents want to invite the neighbors (one block neighbors are tota...

[Book] Dunia Cecilia

'apakah kalian membicarakan hal semacam itu di surga?' 'tapi kami berusaha tidak membicarakannya dekat-dekat Tuhan. ia sangat sensitif terhadap kritik' Yap, sepenggal dialog antara Cecilia dan malaikat Ariel. Saya mengenal Jostein Gaarder sejak kuliah. Ehhhh 'mengenal' dalam artian kenal bukunya ya, kalo bisa kenal pribadi mah bisa seneng jingkrak-jingkrak hehehe. Jadi karena teman saya mendapat tugas kuliah membaca satu novel filsafat berjudul Dunia Sophie, saya jadi sedikit mengetahui si bapak Gaarder ini. Enak ya tugasnya anak sastra baca novel, tugas anak matematika ya baca sih, tapi pembuktian kalkulus -_- Dunia Cecilia ini buku pertama Jostein Gaarder yang saya baca, karena buku Dunia Shopie sangatlah berat berdasar review teman saya. Saya sih nggak perlu baca buku itu karena teman saya sudah benar-benar mahir bercerita. Jadilah saya sudah paham bener cerita Dunia Sophie tanpa membacanya. Novel ini atas rekomendasi teman saya, dia bilang kala...