Bukan jadi negara yang ada di daftar kunjungan impian, but I did it anyway.
Jujur waktu pertama kali dapat info ke Rusia, agak deg-degan banget. Kayaknya gara-gara gw terlalu banyak nonton film yang ada hubungan Rusia-nya. Tapi ya dijalani aja karena ke sana buat ketemu suami.
Perjalanan gw mulai dari apply e-visa yang gampang banget itu, tentunya juga dengan tiket yang sudah di tangan. Di konter check in bandara Bali, pertanyaan yang gw dapatkan sedikit agak panjang. Gw bisa lihat di muka mbaknya, "Ngapain ke Rusia lu?" Kira-kira begitu, tapi tentu saja pertanyaan formal yang gw dapetin ya semacam apakah visanya udah pernah dipakai apa belum, ngapain ke Rusia, trus visanya minta difoto (ini nggak pernah terjadi di gw), krosceknya agak lama dikit.
Masuk ke custom check, kita nggak bisa pakai autogate karena di Rusia akan diminta stempel keluar negara kita. Jadi harus manual minta stempel. Seperti biasa, perjalanan interaksi gw dengan orang imigrasi di bandara selalu unik sekali dengan banyak pertanyaan. Kemarin gw dapet pertanyaan gimana caranya apply e-visa Rusia ini. Mungkin beliau pengen ke Rusia juga.
Lalu lanjut perjalanan ke Dubai, dan tiba di Moscow. Moscow punya beberapa bandara, gw turun di DME. Di sana antri imigrasi ditanyain;
"Student?"
"No, tourist."
"Group?"
"Alone"
Lalu diberi kartu dengan identitas kita yang harus diserahkan ke hotel untuk disalin. Dari bandara ke tengah kota Moscow butuh waktu sekitar 1 - 1,5 jam. Sampai di hotel, semua halaman paspor kita dikopi juga. Paspor akan dikembalikan saat itu juga setelah dikopi.
Nggak banyak orang Rusia yang bisa Bahasa Inggris. Selain itu ketika kita beri salam seperti halo atau selamat pagi, boleh tanpa senyum karena senyum buat mereka itu nggak umum dilakukan. 2 hari pertama gw di sana, gw selalu senyum ke orang kayak orang tolol.
Hari pertama gw di sana, suami kasih gw crash course gimana cara baca alfabetnya. Bagi gw, ini hal yang nggak sulit sama sekali. Apalagi buat beberapa kata yang adopsi Inggris, udah pasti lebih gampang lagi dipahami artinya. Gw nggak hafal semua huruf tapi udah kenal beberapa huruf aja. Tentunya kalau memahami keseluruhan ya pastinya nggak segampang ini ya. Gw cuma bisa baca beberapa alfabetnya aja. Yang mana itu tetep nggak cukup bikin gw mandiri buat jalan dan berinteraksi dengan orang sana.
Karena banyak hal-hal atau tempat-tempat yang bekas "sesuatu" di masa lalu, ada baiknya nggak random foto-foto. Gw suka banget motret, tapi gw harus nahan diri pas liat sesuatu yang cakep banget buat difoto. Mana gw ditinggal 3 hari kerja sama suami gw, jadi selama dia kerja ya gw keliling supermarket aja buat cek harga dan cek realita.
Gw hampir nggak bisa kemana-mana sendirian karena nggak bisa bahasanya, nggak bisa sembarangan motret, semuanya serba bayar cash karena kartu internasional nggak bisa dipakai, kayak bayi yang nggak bisa ditinggal lah. Jadi nggak bisa los 100%.
Yang mana itu juga nggak masalah juga sih.
Selain itu, gw terpesona banget sama mereka yang well behaved in public. Gw tinggal di Bali yang banyak orang Rusia juga, tapi beda banget. Mereka yang di sini dan di sana. Jadi gw agak kaget gitu, beda dari ekspektasi gw.
Lalu kotanya yang bersih banget, semua serba tertata rapi. Transportasi pakai metro yang harganya murah banget. Pakai metro cuma perlu tap kartu ketika masuk aja, waktu keluar nggak perlu tap kartu karena harganya sama aja jauh deket. Mau cuma satu stasiun atau sampe Siberia pun juga sama harganya 55 rubel (8ribu rupiah).
Mereka juga punya scooter elektrik yang bisa disewa, sepeda listrik pun juga. Harganya termasuk nggak mahal, tapi hitungannya per 5 menit pakai. Oh ya, mereka pakai Yandex untuk maps, pesan taksi online dan juga sewa scooter itu. Ada beberapa vendor scooter juga selain Yandex. Google maps agak jammed. Kadang di beberapa tempat yang esensial juga sinyal diblok.
Kalau kita pakai kartu SIM yang dibeli di sana, atau sambung ke wifi setempat, sosmed pasti diblokir. Karena gw pakai kartu travel internasional yang coverage Rusia, gw bisa akses sosmed gw. Beberapa hal memang diblokir mereka, jadi nggak bisa akses dengan bebas kecuali pakai VPN. Google masih bisa dipakai kok. Gw sempet ngajar beberapa kelas dari sana pakai Google Meet dan lancar banget aksesnya.
Ada salah satu toko buku yang besar banget di tengah kota, ada kali ribuan rak buku yang isinya buku berbahasa Rusia. Yaaa paling cuma 10% darinya yang berbahasa Inggris. Buku Bahasa Inggris juga mahal banget di sana. Kisaran $20 ke atas, kecuali beberapa buku klasik. Rasanya pengen beli tapi nggak bisa baca. Agak sebel.
Untuk makanan, termasuk gampang banget nemuin Vietnamese food, makanan Asia juga banyak tapi nggak ada yang Indonesia. Paling-paling juga beberapa mi instan aja sih. Makanan Rusia termasuk berbumbu buat gw, rasanya nggak bland. Tapi gw nggak makan banyak makanan Rusia. Tipe restoran di sana juga ada banyak makanan ala Georgia, Azerbaijan juga, yang deket-deket sana lah. Makanan mereka setipe (dan gw pernah rasain juga, menurut gw masih bisa diterima di lidah orang Indonesia).
Kami banyak eksplor katedral/gereja ortodox. Ini bikin gw agak kaget juga karena katedral mereka juga mengadopsi bentuk jaman Otoman. Gw kira masjid, ternyata katedral/gereja. Dan itu jumlahnya buanyak banget, ada banyak yang dibangun dari tahun 1600an. Hampir tiap blok ada, dan bagusnya masih terawat juga sampai sekarang.
Satu hal lagi yang bikin gw agak speechless adalah gw ngeliat Lenin di mausoleum. Seeing his dead body being displayed there was never on my bingo card. But that was an awesome experience, though it left me feeling gloomy for the rest of the night (that day). And I learned that the team who embalmed him, was also doing the same for Vietnamese President, Kim Jong Il, and Bulgarian Leader. What an experience!
Pengalaman gw ke Moscow ini bener-bener sesuatu di luar dugaan gw banget.
Have you ever been to Moscow?
Comments
Post a Comment
Share your thoughts with me here